Asal Usul Angka
NOL
Dalam sehari-hari, sesungguhnya
kita tidak membutuhkan angka nol, benar-benar tidak butuh. Ketika anda ditanya,
‘Punya berapa jerukkah anda ?’, maka anda akan cenderung untuk mengatakan ‘Saya
tidak punya jeruk’ ketimbang mengatakan ‘Saya mempunyai nol jeruk’. Ketika kita
mempunyai seorang adik dan ditanya ‘Berapa tahun umur adikmu itu ?’. Maka kita
lebih memilih untuk menjawab ‘Umurnya baru 1 bulan’ daripada harus menjawab
dengan ’Umurnya baru 0 tahun’. Inilah masalahnya, karena dalam prakteknya kita
sama sekali tidak memerlukan angka nol.
Maka dalam waktu yang sangat lama
pada sejarah perjalanan manusia, angka nol tidak muncul. Dan ternyata angka nol
sendiri relative belum terlalu lama ditemukan, karena memang ‘tidak
penting’.
Petunjuk mengenai awal
manusia mengenal hitungan ditemukan oleh arkeolog Karl Absolom tahun 1930 dalam
sebuah potongan tulang serigala – ternyata mereka lebih bernyali, karena kita
lebih memilih untuk menggunakan media kertas dibading tulang serigala – yang
diperkirakan berumur 30.000 tahun.
Terserah anda akan
membayangkan seperti apa 30.000 tahun yang lalu itu dan bagaimana kita hidup
jika telah dilahirkan pada masa itu.
Pada potongan tulang itu
ditemukan goresan-goresan kecil yang tersusun dalam kelompok-kelompok yang
terdiri atas lima. iiiii iiiii iiiii. Entah apa yang telah
dihitung oleh Manusia gua Gog. Apakah ia sedang menghitung berapa lalat yang
telah ia lahap, ataukah sudah berapa lama ia tidak mandi, entahlah. Dan pada
zaman ini angka nol sama sekali belum muncul, karena memangnya untuk apa ?
Jauh sebelum zamannya si Gog,
diperkirakan manusia baru mengenal angka satu dan banyak atau satu, dua dan
banyak. Pada saat ini ternyata masih ada yang menggunakan sistem ini, yaitu suku
Indian Sirriona di Bolivia dan orang-orang Yanoama di Brasil.
Ternyata seiring berjalannya
waktu, mereka mulai merangkai angka yang sudah ada. Suku Bacairi dan Baroro
memiliki system hitung ‘satu’, ‘dua’, ‘dua dan satu’, ‘dua dan dua’, ‘dua dan
dua dan satu’, dst. Mereka memiliki system angka berbasis dua dan kita sekarang
menyebutnya dengan system biner – saat ini kita sering mempelajarinya jika kita
mempelajari system hitungan yang digunakan komputer. Saat ini pun kita
menuliskan sebelas sebagai sepuluh dan satu, dst.
Sekarang kita menyebut system
basis lima yang
digunakan si Gog adalah system quiner. Mengapa Gog memilih lima sebagai basisnya, dan
bukannya basis empat atau enam ? Toh, basis berapapun yang dipilih, maka system
penghitungan akan tetap bisa dilakukan.
Tampaknya ini dipilih karena
manusia sajak dari dulu sampai sekarang memiliki lima jari di setiap tangan. Penyebutan Baroro
untuk ‘dua dan dua dan satu’ adalah ‘seluruh jari tangan saya’ dan masyarakat
Yunani kuno menyebut proses penghitungan dengan fiving – melimakan. Tapi sampai
saat itu angka nol tetap belum muncul, karena kita tidak perlu mencatat dan
mengatakan ‘nol serigala’ dan ‘nol adik kita’ bukan ?
Sejak masa Gog manusia terus
mengalami kemajuan. Kembali kita menelusuri mesin waktu, lima ribu tahun yang lalu, orang-orang Mesir mulai membuat
tanda untuk menunjukkan ‘satu’, tanda lain untuk menunjukkan ‘lima’, dsb. Sebelum masa
piramida, orang-orang Mesir kuno telah menggunakan gambar untuk system bilangan
desimal – basis sepuluh, jari dua tangan saya – mereka. Bangsa Mesir akan
menggambar enam simbol untuk mencatat angaka seratus dua puluh tiga ketimbang
menggambar 123 garis.
Bangsa Mesir dikenal sangat
menguasai matematika. Meraka pakar perbintangan dan pencatat waktu yang handal
dan bahkan sudah menciptakan kalender. Penemuan sistem penanggalan matahari
merupakan terobosan besar dan ditambah dengan penemuan seni geometri . Meskipun
mereka sudah mencapai matematika tingkat tinggi, namun angka nol ternyata belum
muncul juga di Mesir. Ini dikarenakan mereka menggunakan matematika untuk
praktis dan tidak menggunakannya untuk sesuatu yang tidak berhubungan dengan
kenyataan.
Kemudian kita berpindah ke
Yunani. Sebelum tahun 500 SM, mereka telah memahami matematika dengan lebih baik
dibandingkan Mesir. Mereka juga menggunakan basis 10. Orang Yunani , sebagai
contoh, menuliskan angka 87 dengan 2 simbol, dibandingkan dengan Mesir yang
harus menuliskannya dengan 15 simbol, yang justru mengalami kemunduran pada
angka Romawi yang memerlukan 7 simbol – LXXXVII.
Jika bangsa Mesir menganggap
matematika hanyalah alat untuk mengetahui pergantian hari – dengan sistem
kalender – dan mengatur pembagian lahan – dengan geometri – , maka orang Yunani
memandang angka-angka dan filsafat dengan sangat serius. Zeno yang melahirkan
paradoks ketertakhinggaan dan Pytagoras yang sangat kita kenal dengan teorema
segitiga siku-sikunya – yang belakangan diketahui bahwa rumus ini sebenarnya
sudah diketahui sejak 1000 tahun sebelumnya, dilahirkan di sini.
Kita juga mengenal Aristoteles
dan Ptolomeus. Mereka dikenal dengan filsafatnya – yang tidak kita bahas dulu,
karena akan sangat panjang – walaupun demikian, mereka juga tidak menemukan
angka nol. Angka nol tetap belum ditemukan sampai saat ini.
Kembali ke dunia timur,
Babilonia – Iraq sekarang – ternyata memiliki
sistem hitung kuno yang jauh lebih maju. Mereka menggunakan sistem berbasis 60,
seksagesimal , sehingga mereka memiliki 59 tanda. Yang membedakan sistem ini
dengan Mesir dan Yunani adalah, bahwa sebuah tanda dapat berarti 1, 60, 3600
atau bilangan yg lebih besar lainnya. Merekalah yang mengenalkan alat bantu
hitung abax – soroban di Jepang, suan-pan di China, s’choty di Rusia, coulbadi
di Turki, dll yang di sini kita sebut dengan sempoa). Sistem hitung mereka
seperti sistem kita saat ini dimana 222 menunjukkan nilai ‘dua’, ‘dua puluh’ dan
‘dua ratus’. Begitu juga simbol i menunjukkan ‘satu’ atau ‘enam puluh’ dalam dua
posisi yang berbeda. Orang Babilonia tidak memiliki metode untuk menunjukkan
kolom-kolom yang tepat bagi simbol-simbol tertulis, sementara dengan abakus hal
ini lebih mudah ditunjukkan angka mana yang dimaksud. Sebuah batu yang terletak
di kolom kedua dapat dibedakan dengan mudah dari batu yang terdapat di kolom
ketiga dan seterusnya. Dengan demikian i dapat berarti 1, 60 atau 3600 atau
nilai yang lebih besar. Sehingga ii dapat lebih kacau lagi, karena bsa berarti
61, 3601, dsb. Maka diperlukan penanda dan mereka menggunakan ii sebagai tempat
kosong, sebuah kolom kosong pada abakus. Sehingga sekarang ii berarti 61 dan
iiii berarti 3601. Walaupun mereka telah menemukan penanda kolom kosong dengan
ii, namun sesungguhnya angka nol tetap saja belum muncul pada kebudayaan ini.ii
tetap tidak mempunyai nilai numerik tersendiri.
Maka ketika kita meninggalkan
kebudayaan-kebudayaan di atas, tetap saja belum kita temukan angka nol dan dari
titik ini kita akan mengalami percabangan untuk menentukan siapa sebenarnya
penemu sang angka nol. Asal mula matematika di India
masih samar. Sebuah teks yang ditulis pada tahun 476 M menunjukkan pengaruh
matematika Yunani, Mesir dan Babilonia yang dibawa Alexander saat penaklukannya.
Suatu ketika pakar Matematika India mengubah sistem hitung mereka
dari sistem Yunani ke Babilonia tetapi berbasis sepuluh. Namun dari referensi
pertama bilangan Hindu yang berasal dari seorang Uskup Suriah pada tahun 662
menyebutkan bahwa mereka menggunakan 9 tanda dan bukannya sepuluh.
Dengan jatuhnya kekaisaran
Romawi pada abad VII, Barat pun mengalami kemunduran dan Timur mengalami
kebangkitan. Selama bintang Barat tenggelam di balik cakrawala, bintang lainnya
terbit, Islam.
Setelah Rasulullah Muhammad
saw wafat maka dimulailah masa Khulafur Rasyidin yang dipimpim oleh Khalifah Abu
Bakar Ash Shiddiq ra, Amirul Mukminin Umar Bin Khattab Al Faruq ra, Amirul
Mukminin Usman Bin Affan Dzunnurrain ra dan Amirul Mukminin Ali Bin Abi Thalib
kw. Dan saat ini Islam telah tersebar mencapai Mesir, Suriah, Mesopotamia dan
Persia dan juga Yerusalem. Pada tahun
700 M, Islam telah mencapai sungai Hindus di Timur dan Algiers di Barat. Tahun
711 M, Islam telah menguasai Spanyol sampai ke wilayah Prancis dan di tahun 751
M telah mengalahkan Cina. Dan di Spanyol yang lebih dikenal dengan Andalusia, mengalami puncak kejayaanya pada abad VIII.
Pada abad IX, Khalifah Al
Ma’mun mendirikan perpustakaan megah, Bayt Al Hikmah – Rumah Kebijaksanaan. Dan
salah satu ilmuwan terkemukannya adalah Muhammad Ibnu Musa Al Khawarizmi.
Tulisan pentingnya antara lain Al-Jabr Wa Al-Muqabala dan dari sinilah muncul
istilah aljabar – penyelesaian. Dan juga menyebarkan Algoritma dari kata
Al-Khawarizmi.
Dan dari sinilah
bangsa-bangsa di belahan dunia lain akan mengikuti sistem bilangan arab yang
baru. Bilangan yang terdiri atas sepuluh tanda. Dan akhirnya angka nol pun
muncul dan selesailah perjalanan kita. Dan kita tetap belum tahu secara pasti
apakah angka nol pertama muncul di India ataukah di Andalusia ataukah di Arab. Namun suatu hal yang pasti, ia
baru muncul pada abad – minimal – VI atau bahkan lebih. Wallahu ‘alam.
Misteri Bilangan Nol
RATUSAN tahun yang lalu, manusia
hanya mengenal 9 lambang bilangan yakni 1, 2, 2, 3, 5, 6, 7, 8, dan 9. Kemudian,
datang angka 0, sehingga jumlah lambang bilangan menjadi 10 buah. Tidak
diketahui siapa pencipta bilangan 0, bukti sejarah hanya memperlihatkan bahwa
bilangan 0 ditemukan pertama kali dalam zaman Mesir kuno. Waktu itu bilangan nol
hanya sebagai lambang.Dalam zaman modern, angka nol digunakan tidak saja sebagai
lambang, tetapi juga sebagai bilangan yang turut serta dalam operasi matematika.
Kini, penggunaan bilangan nol telah menyusup jauh ke dalam sendi
kehidupan
manusia. Sistem berhitung tidak mungkin lagi mengabaikan kehadiran bilangan nol,
sekalipun bilangan nol itu membuat kekacauan logika. Mari kita
lihat.
Nol, penyebab komputer
macet
Pelajaran tentang bilangan nol, dari sejak zaman dahulu
sampai sekarang selalu menimbulkan kebingungan bagi para pelajar dan mahasiswa,
bahkan masyarakat pengguna. Mengapa? Bukankah bilangan nol itu mewakili sesuatu
yang tidak
ada dan yang tidak ada itu ada, yakni nol. Siapa yang tidak
bingung? Tiap kali bilangan nol muncul dalam pelajaran Matematika selalu ada ide
yang aneh. Seperti ide jika sesuatu yang ada dikalikan dengan 0 maka menjadi
tidak ada. Mungkinkah 5*0 menjadi tidak ada? (* adalah perkalian). Ide ini
membuat orang frustrasi. Apakah nol ahli sulap?
Lebih parah lagi-tentu
menambah bingung-mengapa 5+0=5 dan 5*0=5 juga? Memang demikian aturannya, karena
nol dalam perkalian merupakan bilangan identitas yang sama dengan 1. Jadi
5*0=5*1. Tetapi, benar juga bahwa 5*0=0. Waw. Bagaimana dengan 5o=1, tetapi
50o=1 juga? Ya, sudahlah. Aturan lain tentang nol yang juga misterius adalah
bahwa suatu bilangan jika dibagi nol tidak didefinisikan. Maksudnya, bilangan
berapa pun yang tidak bisa dibagi dengan nol. Komputer yang canggih bagaimana
pun akan mati mendadak jika tiba-tiba bertemu dengan pembagi angka nol.
Komputer
memang diperintahkan berhenti berpikir jika bertemu sang divisor
nol.
Bilangan nol: tunawisma
Bilangan
disusun berdasarkan hierarki menurut satu garis lurus . Pada titik awal adalah
bilangan nol, kemudian bilangan 1, 2, dan seterusnya. Bilangan yang lebih besar
di sebelah kanan dan bilangan yang lebih kecil di sebelah kiri. Semakin jauh ke
kanan akan semakin besar bilangan itu. Berdasarkan derajat hierarki (dan
birokrasi bilangan), seseorang jika berjalan dari titik 0 terus-menerus menuju
angka yang lebih besar ke kanan akan sampai pada bilangan yang tidak terhingga.
Tetapi, mungkin juga orang itu sampai pada titik 0 kembali. Bukankah dunia ini
bulat? Mungkinkah? Bukankah Columbus mengatakan bahwa kalau ia berlayar
terus-menerus ia akan sampai kembali ke
Eropa?
Lain lagi. Jika
seseorang berangkat dari nol, ia tidak mungkin sampai ke bilangan 4 tanpa
melewati terlebih dahulu bilangan 1, 2, dan 3. Tetapi, yang lebih aneh adalah
pertanyaan mungkinkan seseorang bisa berangkat dari titik nol? Jelas tidak bisa,
karena bukankah titik nol sesuatu titik yang tidak ada? Aneh dan sulit
dipercaya?
Mari kita lihat lebih jauh.
Perhatikan garis bilangan , di antara dua bilangan atau antara dua buah titik
terdapat sebuah ruas. Setiap bilangan mempunyai sebuah ruas. Jika ruas ini
dipotong-potong kemudian titik lingkaran hitam dipindahkan ke tengah-tengah ruas
, ternyata bilangan 0 tidak mempunyai ruas.
Jadi, bilangan nol berada di
awang-awang.Bilangan nol tidak mempunyai tempat tinggal alias tunawisma. Itulah
sebabnya, mengapa bilangan nol harus menempel pada bilangan lain, misalnya, pada
angka 1 membentuk bilangan 10, 100, 109, 10.403 dan sebagainya. Jadi, seseorang
tidak pernah bisa berangkat dari angka nol menuju angka 4. Kita harus berangkat
dari angka 1.
Mudah, tetapi salah
Guru meminta Ani
menggambarkan sebuah garis geometrik dari persamaan 3x+7y = 25. Ani berpikir
bahwa untuk mendapatkan garis itu diperlukan dua buah titik dari ujung ke ujung.
Tetapi, setelah berhitung-hitung, ternyata cuma ada satu titik yang dilewati
garis itu, yakni titik A(6, 1), untuk x=6 dan y=1. Sehingga Ani tidak bisa
membuat garis itu.
Sang guru mengingatkan supaya menggunakan bilangan nol.
Ya, itulah jalan keluarnya. Pertama, berikan y=0 diperoleh x=(25-0)/3=8
(dibulatkan), merupakan titik pertama, B(8,0). Selanjutnya berikan x=0 diperoleh
y=(25-3.0)/7=4 (dibulatkan), merupakan titik kedua C(0,4). Garis BC, adalah garis yang dicari. Namun, betapa
kecewanya sang guru, karena garis itu tidak melalui titik A. Jadi, garis BC itu
salah.
Ani membela diri bahwa kesalahan itu sangat kecil dan bisa
diabaikan. Guru menyatakan bahwa bukan kecil besarnya kesalahan, tetapi manakah
yang benar? Bukankah garis BC itu dapat dibuat melalui titik A? Kata guru,
gunakan bilangan nol dengan cara yang benar. Bagaimana kita harus membantu Ani
membuat garis yang benar itu? Mudah, kata konsultan Matematika. Mula-mula nilai
25 dalam 3x+7y harus diganti dengan hasil perkalian 3 dan 7 sehingga diperoleh
3x+7y=21.
Selanjutnya, dalam persamaan
yang baru, berikan y=0 diperoleh x=21/3=7 (tanpa pembulatan) itulah titik
pertama P(6,1). Kemudian berikan nilai x=0 diperoleh y=21/7 = 3 (tanpa
pembulatan), itulah titik kedua Q(0, 3). Garis PQ
adalah garis yang sejajar dengan garis yang dicari, yakni 3x+7y=25. Melalui
titik A tarik garis sejajar dengan PQ diperoleh garis P1Q1. Nah, begitulah. Sang
murid telah menemukan garis yang benar berkat bantuan bilangan nol.
Akan
tetapi, sang guru masih sangat kecewa karena sebenarnya tidak ada satu garis pun
yang benar. Bukankah dalam persamaan 3x1+7x2=25 hanya ada satu titik
penyelesaian yakni titik A, yang berarti persamaan 3x1+7x2 itu hanya berbentuk
sebuah titik? Bahkan pada persamaan 3x1+7x2=21 tidak ada sebuah titik pun yang
berada dalam garis PQ.
Oleh karena itu, garis PQ dalam sistem bilangan bulat,
sebenarnya tidak ada. Aneh, bilangan nol telah menipu kita. Begitulah
kenyataannya, sebuah persamaan tidak selalu berbentuk sebuah garis.
Bergerak, tetapi diam
Bilangan tidak hanya terdiri atas bilangan bulat, tetapi juga ada
bilangan desimal antara lain dari 0,1; 0,01; 0,001; dan seterusnya sekuat-kuat
kita bisa menyebutnya sampai sedemikian kecilnya. Karena sangat kecil tidak bisa
lagi disebut atau tidak terhingga dan pada akhirnya dianggap nol saja. Tetapi,
ide ini ternyata sempat membingungkan karena jika bilangan tidak terhingga
kecilnya dianggap nol maka berarti nol adalah bilangan terkecil? Padahal, nol
mewakili sesuatu yang tidak ada? Waw. Begitulah.
Berdasarkan
konsep bilangan desimal dan kontinu, maka garis bilangan pada Gambar 1a tidak
sesederhana itu karena antara dua bilangan selalu ada bilangan ke tiga. Jika
seseorang melompat dari bilangan 1 ke bilangan 2, tetapi dengan syarat harus
melompati terlebih dahulu ke bilangan desimal yang terdekat, bisakah? Berapakah
bilangan desimal terdekat sebelum sampai ke bilangan 2? Bisa saja angka 1/2.
Tetapi, anda tidak boleh melompati ke angka 1/2 karena masih ada bilangan yang
lebih kecil, yakni 1/4. Seterusnya selalu ada bilangan yang lebih dekat... yakni
0,1 lalu ada 0,01,
0,001, ..., 0,000001. demikian
seterusnya, sehingga pada akhirnya bilangan yang paling dekat dengan angka 1
adalah bilangan yang demikian kecilnya sehingga dianggap saja nol. Karena
bilangan terdekat adalah nol alias tidak ada, maka
Anda tidak pernah bisa melompat ke bilangan 2?
Zero
Bilangan nol yang kita kenal
sekarang memiliki perjalanan yang cukup panjang. Perjalanan ini bisa kita
telusuri dari asal katanya. Dalam bahasa Inggris, bilangan nol disebut
zero. Kata zero ini berasal dari kata bahasa Italia,
zefiro yang diserap dari bahasa Arab, safira yang berarti
kosong.
Perujukan bahasa Inggris ke
bahasa Italia, kemudian dari bahasa Italia ke bahasa Arab menunjukan perjalanan
konsep nol yang dibawa oleh Leonardo Pisano. Matematikawan Italia ini belajar
bilangan Hindu-Arab ke Aljazair, dan kemudian menyebarkannya ke daerah Eropa.
Karena itulah ruang kosong yang sebelumnya digunakan untuk menyatakan bilangan
nol, berasal dari bahasa Arab.
Guna mendalami pemaknaan angka,
Agus membaca buku Khazanah Orang Besar Islam: dari Penakluk Yerusalem sampai
Angka Nol. Di buku tersebut ia berkenalan dengan ilmuwan Persia abad ke-9,
Mohamad bin Musa al Khawarizmi, yang dikenal sebagai ‘Ayah’ ilmu Aljabar berkat
bukunya, Kitab al-Jabr, yang menjadi acuan ilmuwan Eropa. Pentingnya
penemuan angka nol menggugahnya untuk menciptakan seri lukisan 0, 0,
0.
Konsep angka nol dalam khazanah
ilmu matematika modern berasal dari kata Arab safira (itu kosong) atau
sifr (nol, atau kosong) yang dipakai sebai terjemahan kata Sansekerta
śūnya yang berarti kosong atau hampa.
Ilmu angka merupakan alat, sarana
untuk mencapai sesuatu. Agus memakai angka untuk mengingatkan kita pada
keindahan dan estetika, salah satu ciri khas kemanusiaan. Di Eropa, ketika
desimal nol Hindu dan matematika baru yang dimungkinkan olehnya menyebar dari
dunia Arab, kata-kata yang memiliki akar kata sifr (seperti
cypher yang berarti kode atau kunci rahasia) merujuk bukan hanya pada
perhitungan, tapi juga pada pengetahuan yang diluhurkan.
SAAT ini ilmu pengetahuan,
khususnya matematika, berkiblat ke negeri Barat (Eropa dan Amerika). Kita hampir
tidak pernah mendengar ahli matematika yang berasal dari negeri Timur (Arab
Muslim, India, Cina). Yang paling populer
kita dengar sebagai matematikawan Arab Muslim yang mempunyai kontribusi terhadap
perkembangan matematika adalah Al-Khawarizmi, dikenal sebagai bapak Aljabar,
memperkenalkan bilangan nol (0), dan penerjemah karya-karya Yunani kuno.
Apakah benar hanya itu kontribusi
negeri-negeri timur (khususnya umat Islam) terhadap perkembangan matematika?
Nol, Pengisi Kekosongan yang Membingungkan
Kenapa bukan 1, atau 2, atau 3. Atau angla 7 yang
dianggap keramat oleh sebagian kelompok agama dan budaya di dunia. Kenapa justru angka nol yang masih misterius hingga kini dan memusingkan
kepala ahli matematika dunia. Orang pernah ribut soal kapan manusia memasuki
Milenium Ketiga dengan resiko milenium bugnya. Gara-gara angka nol, ahli
hitung bersilat lidah tenteng permulaan tahun Masehi.
Jika berpijak pada
skala bilangan 0 sampai 9, milenium ketiga jatuh pada hari pertama tahun 2000.
Tetapi bila skala bilangan dimulai dari 1 sampai 10, abad baru itu dibuka pada
tanggal 1 Januari 2001. Angka 0 dianggap mempunyai nilai yang pasti sehingga
1+0=1. Tapi ada yang menganggap 0 identik dengan tak berhingga (~), karena
memiliki nilai yang tidak pasti. Coba saja kalikan sebuah bilangan dengan nol.
Mengapa hasilnya menjadi tidak ada alias nol? Komputer canggih sekalipun akan
berasap jika menghitung sebuah bilangan dibagi nol.
Kebingungan
itu berhulu dari apakah nol termasuk sebuahnperlambang angka atau bilangan yang
turut serta dalam operasi perhitungan?(jawabnya turut serta dalam operasi
perhitungan-MATKITA.com). Bila menilik sejarah tak ada yang tahu dengan pasti
kapan simbol ketiadaan ini pertama kali muncul. Ratusan tahun yang lampau
manusia hanya mengenal 9 lambang bilangan, yakni 1,2,3,4,5,6,7,8 dan 9. Kemudian
datang sang pembuat kontrversi, angka 0.
Ada yang mengatakan nol memulai
kisah sejarahnya dari Mesir. Lain pihak menyatakan angka ini pertama kali mucul
lewat sejarah Babylonia, wilayah Irak sekarang, dan menyebar ke Jazirah Arab
serta India. Pertama kali ia hanya dijadikan lambang pelengkap dari deretan
bilangan: nol sebagai angka 0 dan sebagai tanda pengisi tempat kosong dalam
sistem bilangan. Bedakan antara 2106 dan 216.
Semula angka masih berupa
angan yang abstrak, yang konsepnya jauh dari konkrit. Orang menyebut gucangan
mental ketika menemukan lima kuda menjadi 5 kuda begitu dibubuhkan diatas
kertas. Bangsa Babylonia yang menorehkan itu pertama kali, selama lebih 1.000
tahun tak peduli dengan keambiguan nol. Orang-orang Kish, nama tempat di Selatan
Irak sekarang, sekitar 700 tahun sebelum Masehi menggunakan tanda tiga pengait
untuk mengisi tempat kosong diantara posisi angka. Di belahan dunia lain, bangsa
Yunani kuno memakai penanda tempat kosong dalam deret bilangan. Dipelopori oleh
Ptolemius, ahli algoritma, merasa memperkenalkan nol dengan bentuk 0 seperti
sekarang ini pada 130 Masehi.
Meski baru menggunakan lambang 0 untuk
menandai nol pada 876 Masehi, Aryabhata, matematikawan India, telah memasukkan
nol dalam sistem perhitungan bukan sekedar tempat kosong. Lewat tiga serangkai
Brahmagupta, Mahavira dan Bhaskara lahirlah operasi aritmatika yang
mengikutsertakan nol. Mereka menghasilkan risalah yang merupakan karya hebat
masa itu: nol ditambah dengan bilangan negatif hasilnya bilangan negatif dan
bilangan positif ditambah nol hasilnya positif. Nol dikurangi bilangan
negatif hasilnya positif, nol dikurangi positif hasilnya negatif dan nol
ditambah nol hasilnya nol. Begitu pula hasil perkalian dan pembagian dengan nol,
yang hasilnya sama dengan yang dikenal sekarang.
Kerja brilian
matematikawan India ini berembus ka Barat, tepatnya
Jazirah Arab. Dan ke Timur, tepatnya di Cina. Di Irak orang menyebut Ibnu Ezra
yang hidup pada abad 12 Masehi, di Cina Chu Shih Chieh yang hidup pada abad 13
dan Fibonacci pada abad ke 12 di Italia, yang memperkenalkan dan mengembangkan
penggunaan nol sebagai tanda dan perhitungan. Patut dicatat sumbangan suku maya
yang mendiami selatan Meksiko pada 665 Masehi yang mengawali angka nol lewat
satuan nilai berbasis 20. Pada 1600 penggunaan nol telah meluas di
dunia.
Hingga kini nol masih berselaput misteri. Nol berguna untuk
membedakan 5,50,500. Nol nyata sebagai angka, tapi perdebatan tak jua usai saat
5 dibagi 0. Ajukan pertanyaan ini dan anda menemukan kernyitan dahi.
Keajaiban Nol
Empat ribu lima ratus. Angka 4.500
adalah harga premium terkini. Bagi bangsa ini, angka ini lebih dari sekadar
gambaran harga bahan bakar. Dia menceritakan banyak hal. Soal ketakberdayaan
pemerintah, tren harga minyak dunia, kesemrawutan manajemen Pertamina, atau
kegelisahan masyarakat di negeri ini.
Beberapa hari atau pekan ini,
angka-angka menjadi momok yang menakutkan. Apalagi kalau kita giat berkeliaran
di pasar. Pematokan harga atas beras, minyak, ikan, ayam, ketela ataupun bayam
dengan nominal yang kian membesar, benar-benar menegangkan syaraf
kepala.
Untuk mengurangi ketegangan, untuk sementara mari kita lepaskan
dulu angka-angka itu dari urusan minyak dan barang-barang kebutuhan pokok
lainnya. Kita bercerita soal angka yang sudah digemari sejak zaman dahulu
kala.
Bukan hanya orang Athena, bangsa-bangsa yang mendiami lembah Nil,
Tigris, Yangstse, Gangga ataupun Amazon juga
sudah terbiasa dengan angka-angka. Bahkan, mereka sudah secara detil
menggunakannya untuk ukuran bangunan sekelas Sphinx di Mesir, atau untuk membuat
tata kota
seteratur Troya atau Roma.
Angka dan risiko
Tapi menurut
ahli sejarah manajemen risiko Peter L. Berstein dalam bukunya Against The Gods,
bangsa-bangsa tua itu belum pernah menggunakan angka-angka itu untuk menghitung
risiko. Setiap kali ada persoalan hidup, mereka tidak pernah mengoptimalkan
angka-angka. Mereka malah buru-buru ke orakel.
Di sana ada peramal yang
menjelaskan hidupnya bukan atas dasar realitas, tapi menurut aturan para
dewa.
Menurut keyakinan mereka, ada banyak sekali dewa yang ikut mengurus
persoalan hidup manusia. Para dewa ikut
memainkan dadu-dadu kehidupan, sehingga mereka tak pernah berpikir menggunakan
hitungan peluang atau teori probabilitas. Disiplin itu baru tercipta ribuan
tahun kemudian
Dalam sejarah peradaban Eropa, urusan angka-angka mulai
tampil secara meyakinkan tahun 1202 seiring terbitnya buku Liber Abaci, atau
Book of the Abacus. Buku ini pertama kali beredar di Italia melalui penulisnya
Leonardo Pisano, atau lebih dikenal dengan nama samaran Fibonacci.
Dalam
buku ini, dia memperkenalkan kepada masyarakat Eropa angka nol dan kelipatan
sepuluh yang kemudian mempengaruhi imajinasi numeral bangsa itu. Keajaiban angka
nol itu bukan temuan Fibonacci. Dia sendiri menyerapnya dari para sarjana Arab
ketika dia mengunjungi Bugia, salah satu kota di Aljeria.
Di Arab, saat itu
matematika sudah sangat maju. Mereka berhasil menterjemahkan buku-buku
matematika Yunani dan mengembangkan ilmu aljabar. Tapi, angka nol itu sendiri
tidak lahir di jazirah Arab. Nol diambil dari India ketika
Islam melakukan ekspansi ke kawasan itu.
Di India, nol disebut sunya,
lalu menjadi cifr dalam kosa kata Arab. Adalah al-Khowarizmi yang mengembangkan
sistem angka dan matematika ini di dunia Arab. Konon kata logaritma berasal dari
nama ahli ini. Ahli Arab yang hidup sekitar tahun 825-atau empat ratusan tahun
sebelum Fibonacci-inilah yang pertama menciptakan rumusan pengurangan,
penjumlahan atau pun perkalian.
Memang dalam sistem ini, nol tak
bersentuhan dengan hidup sehari-hari. Filsuf Inggris Alfred North Whitehead
memberi penjelasan berikut: Nol tak pernah kita gunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Tak pernah ada orang yang ke pasar untuk membeli 'nol ikan'. Nol
hanya dipakai untuk melengkapi angka-angka kardinal dan memaksa kita untuk
menyempurnakan model-model berpikir
Nol dan
peradaban
Memang betapa terbatasnya pemikiran matematis tanpa nol.
Ketiadaan nol terbukti menjadi hambatan luar biasa bagi peradaban Romawi maupun
Yunani. Angka sembilan [9] yang sederhana itu harus ditulis dengan agak rumit
oleh orang Romawi dengan IX. Mereka juga tak bisa menulis 32 dengan III II.
Karena itu bisa ditafsirkan macam-macam, bisa 32, 302, 3020 atau kombinasi lain
yang lebih besar dari 3 dan 2.
Sistem numerik seperti ini jelas sulit
dikembangkan untuk sebuah kalkulasi yang rumit. Begitu juga sistem angka dalam
peradaban Yunani. Setiap angka dari 1 sampai dengan 9 memiliki abjadnya
masing-masing. Misalnya simbol 'pi' dari abjad penta untuk mewakili 5, 'delta'
dari abjad 'deca' untuk 10 dan 'rho' untuk 100. Bisa dibayangkan 115 harus
ditulis 'rho-deca-penta'.
Memang menyulitkan mengemas sistem angka-angka
Yunani dan Romawi sebagai alat untuk menyelesaikan persoalan hidup. Terutama
untuk menghitung risiko dengan mengembangkan teori peluang dan probalitas. Tapi,
persoalan bukan saja pada kehadiran angka nol.
Menurut Bernstein
keyakinan bahwa kejadian sehari-hari diatur oleh para dewa tidak menjadi lahan
yang subur bagi angka-angka. Yang maju justru kegiatan peramalan di orakel untuk
mengetahui nasib dan masa depan mereka.
Hal yang hampir mirip, menurut
dia, terjadi pada masyarakat Arab. Kepercayaan yang luar biasa pada pada takdir
Ilahi, membuat keajabaian nol tidak berkembang secara optimal.
Keajaiban
itu justru terjadi ketika nol yang diambil dari dunia Arab oleh Fibonacci
disemaikan dalam alam Renaissance. Dalam semangat Renaissance, masyarakat Eropa
diberi kebebasan untuk berpikir dan melihat persoalan hidupnya lepas dari
kungkungan Ilahi. Bagi mereka, hidup adalah rentetan hubungan sebab dan
akibat.
Karena hubungan sebab akibat itu, maka manusa bisa meneliti
sebab-sebab yang terus berulang. Penelitian atas sebab-sebab ini sangat penting
untuk bisa memperkirakan apa yang terjadi di kemudian hari.
Untuk
kepentingan itu, para ahli Barat berusaha menggunakan angka-angka itu untuk
menghitung peluang dan kemungkinan. Konon, dengan sebuah kalkulasi dan rumusan
yang tepat, manusia bisa menggunakan angka-angka itu meminimalkan risiko
hidupnya.
Di kepala Pascal, Leibniz dan kemudian John Maynard Keynes,
Harry Markowitz dan puluhan kepala lainnya, sistem hitungan dengan keajaiban nol
itu berkembang dengan sangat pesat. Termasuk aplikasinya untuk menghitung
risiko, termasuk risiko investasi.
Teori-teori investasi dan
diversifikasi yang dikembangkan sarjana Barat tak mungkin terjadi tanpa sistem
angka yang dipelajarinya dari dunia Hindu-Arab. Tapi, nol itu tak pernah menjadi
benar-benar ajaib tanpa dibarengi sikap bebas, menghargai akal dan lepas dari
pengaruhi mistik dan perdukunan.
Tentu saja Keynes dan kawan-kawan pun
sadar kalau hidup tak pernah sepenuhnya dirumuskan dalam angka-angka. Ada misteri, ada keliaran
yang tak pernah digenggam secara sempurna oleh otak manusia.
Karena itu,
Keynes mengingatkan bahwa teori probabilitas hanya bisa menjadi pedoman dalam
kehidupan kalau ada keyakinan bahwa tindakan yang didasarkan pada teori ini
adalah hal yang rasional, dan ketergantungan padanya dapat memberi
manfaat.
Memang keajaiban nol tak bisa menjawab semua persoalan. Apalagi
kalau memang angka-angka itu tak pernah dihitung dan dikemas secara benar.
Jangan-jangan 'nol' dalam angka 4.500 pun bukan sebuah keajaiban, tapi adalah
aib bagi negeri ini.
Kisah angka
nol
Konsep bilangan nol telah
berkembang sejak zaman Babilonia danYunani kuno, yang pada saat itu diartikan ke
sebagai ketiadaan dari sesuatu. Konsep bilangan nol dan sifat-sifatnya terus
berkembang dari waktu waktu.
Hingga pada abad ke-7,
Brahmagupta seorang matematikawan India memperkenalkan beberapa sifat bilangan
nol. Sifat-sifatnya adalah suatu bilangan bila dijumlahkan dengan nol adalah
tetap, demikian pula sebuah bilangan bila dikalikan dengan nol akan menjadi nol.
Tetapi, Brahmagupta menemui kesulitan, dan cenderung ke arah yang salah, ketika
berhadapan dengan pembagian oleh bilangan nol. Hal ini terus menjadi topik
penelitian pada saat itu, bahkan sampai 200 tahun kemudian. Misalnya tahun 830,
Mahavira (India) mempertegas hasil- hasil
Brahmagupta, dan bahkan menyatakan bahwa “sebuah bilangan dibagi oleh nol adalah
tetap”. Tentu saja ini suatu kesalahan fatal. Tetapi, hal ini tetap harus sangat
dihargai untuk ukuran saat itu.
Ide-ide brilian dari
matematikawan India selanjutnya dipelajari oleh
matematikawan Muslim dan Arab. Hal ini terjadi pada tahap-tahap awal ketika
matematikawan Al-Khawarizmi meneliti sistem perhitungan Hindu (India)
yang menggambarkan sistem nilai tempat dari bilangan yang melibatkan bilangan 0,
1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9.
Al-Khawarizmi adalah yang
pertama kali memperkenalkan penggunaan bilangan nol sebagai nilai tempat dalam
basis sepuluh. Sistem ini disebut sebagai sistem bilangan desimal.
Zaman
Kegelapan
Sebenarnya stagnasi ilmu
pengetahuan tidak pernah terjadi, yang terjadi adalah berpindahnya pusat-pusat
ilmu pengetahuan. Sejarah mencatat bahwa setelah Yunani runtuh, muncul era baru,
yaitu era kejayaan Islam di tanah Arab. Hal ini berakibat bahwa perkembangan
kebudayaan dan ilmu pengetahuan berpusat dan didominasi oleh umat Islam-Arab.
Yang dimaksud dengan Arab di sini meliputi wilayah Timur Tengah, Turki, Afrika
utara, daerah perbatasan Cina, dan sebagian dari Spanyol, sesuai dengan wilayah
kekuasaan kekhalifahan Islam pada saat itu.
Khalifah Harun Al-Rashid,
khalifah kelima pada masa dinasti Abassiyah, sangat memerhatikan perkembangan
ilmu pengetahuan. Pada masa kekhalifahannya, yang dimulai pada sekitar tahun
786, terjadi proses penerjemahan besar-besaran naskah-naskah matematika (juga
ilmu pengetahuan lainnya) bangsa Yunani kuno ke dalam bahasa Arab. Bahkan
khalifah berikutnya, yaitu khalifah Al-Ma’mun lebih besar lagi perhatiannya
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Pada masa kekhalifahannya di Bagdad didirikan Dewan Kearifan, yang menjadi pusat
penelitian dan penerjemahan naskah Yunani.
Beasiswa disediakan bagi para
penerjemah dan umumnya mereka bukan hanya ahli bahasa, tetapi juga merupakan
ilmuwan yang ahli dalam matematika. Misalnya Al-Hajjaj
menerjemahkan naskah Elements (berisi kumpulan pengetahuan matematika) yang
ditulis Euclid.
Beberapa penerjemah lainnya misalnya Al-Kindi, Banu
Musa bersaudara, dan Hunayn Ibnu Ishaq.
Seperti yang banyak dikemukakan
ahli sejarah matematika, terutama yang ditulis oleh orang Barat, kontribusi
Muslim bagi perkembangan matematika adalah terbatas pada aktivitas penerjemahan
naskah Yunani kuno ke dalam bahasa Arab. Banyak ahli sejarah matematika yang
tidak menampilkan tentang sumbangan besar Muslim terhadap perkembangan
matematika, baik karena sengaja atau ketidaktahuannya.
Namun tidak sedikit pula ahli
sejarah matematika dari Barat yang lebih objektif dalam mengemukakan fakta-fakta
yang sebenarnya terjadi. Dalam satu sumber yang ditulis oleh J. J. O’Connor dan
E. F. Robertson dikatakan bahwa dunia barat sebenarnya telah banyak berutang
pada para ilmuwan/matematikawan Muslim. Lebih lanjut bahwa perkembangan yang
sangat pesat dalam matematika pada abad ke-16 hingga abad ke-18 di dunia barat,
sebenarnya telah dimulai oleh para matematikawan Muslim berabad-abad
sebelumnya.
Kontribusi matematikawan
Muslim
Salah seorang matematikawan
brilian pada masa permulaan adalah Al- Khawarizmi. Selain
kontribusinya seperti yang telah dikemukakan, Al- Khawarizmi dikenal pula
sebagai pionir dalam bidang aljabar. Penelitian-peneliti an Al-Khawarizmi adalah
suatu revolusi besar dalam dunia matematika, yang menghubungkan konsep-konsep
geometri dari matematika Yunani kuno ke dalam konsep baru. Penelitian-penelitian
Al- Khawarizmi menghasilkan sebuah teori gabungan yang memungkinkan bilangan
rasional/irasional, besaran-besaran geometri diperlakukan sebagai “objek-objek
aljabar”.
Generasi penerus Al-Khawarizmi, misalnya
Al-Mahani (lahir tahun 820), Abu Kamil (lahir
tahun 850) memusatkan penelitian pada aplikasi- aplikasi sistematis dari
aljabar. Misalnya aplikasi aritmetika ke aljabar dan sebaliknya, aljabar
terhadap trigonometri dan sebaliknya, aljabar terhadap teori bilangan, aljabar
terhadap geometri dan sebaliknya. Penelitian-peneliti an ini mendasari
penciptaan aljabar polinom, analisis kombinatorik, analisis numerik, solusi
numerik dari persamaan, teori bilangan, dan konstruksi geometri dari
persamaan.
Al-Karaji (lahir tahun 953)
diyakini sebagai orang pertama yang secara menyeluruh memisahkan pengaruh
operasi geometri dalam aljabar. Al-Karaji mendefinisikan monomial x, x2, x3,…dan
1/x, 1/x2, 1/x3,…dan memberikan aturan-aturan untuk perkalian dari dua suku
darinya. Selain itu, ia juga berhasil menemukan teorema binomial untuk pangkat
bilangan bulat. Selanjutnya untuk memajukan matematika, ia mendirikan sekolah
aljabar. Generasi penerusnya (200 tahun kemudian), yaitu Al- Samawal adalah
orang pertama yang membahas topik baru dalam aljabar. Menurutnya bahwa
mengoperasikan sesuatu yang tidak diketahui (variabel) adalah sama saja dengan
mengoperasikan sesuatu yang diketahui. Matematikawan Muslim lainnya adalah
Omar Khayyam yang lahir sekitar tahun 1048. Dia berjasa besar
melalui penelitiannya, memberikan klasifikasi lengkap dari persamaan pangkat
tiga melalui penyelesaian geometri dengan menggunakan konsep pemotongan kerucut.
Dia juga memberikan sebuah konjektur (dugaan) tentang deskripsi lengkap dari
penyelesaian aljabar dari persamaan-persamaan pangkat tiga.
Matematikawan berikutnya adalah Sharaf
al-Din al-Tusi yang lahir tahun 1135. Dia mengikuti Omar Khayyam dalam
mengaplikasikan aljabar pada geometri, yang pada akhirnya menjadi permulaan bagi
cabang algebraic geometry.
Di luar bidang aljabar, matematikawan Muslim juga
mempunyai andil. Salah seorang dari Banu Musa bersaudara, yaitu Thabit
Ibnu Qurra (lahir tahun 836), mempunyai kontribusi yang banyak bagi
matematika. Salah satunya adalah dalam teori bilangan, yaitu penemuan pasangan
bilangan yang mempunyai sifat unik; dua bilangan yang masing- masingnya adalah
jumlah dari pembagi sejati bilangan lainnya dan disebut pasangan bilangan
bersahabat (amicable number). Teorema Thabit Ibnu Qura ini kemudian dikembangkan
oleh Al-Baghdadi (lahir tahun 980).
Berikutnya adalah Abu Ali Hasan Ibnu
Al-Haytam (lahir tahun 965 di Basrah Irak), yang oleh masyarakat Barat
dikenal dengan nama Alhazen. Al-Haytam adalah orang pertama
yang mengklasifikasikan semua bilangan sempurna yang genap, yaitu bilangan yang
merupakan jumlah dari pembagi-pembagi sejatinya, seperti yang berbentuk
2k-1(2k-1) di mana 2k-1 adalah bilangan prima. Selanjutnya Al-Haytam membuktikan
bahwa bila p adalah bilangan prima, 1+(p-1)! habis dibagi oleh p.
Sayangnya, jauh di kemudian hari, hasil ini
dikenal sebagai Teorema Wilson, bukan Teorema Al-Haytam. Teorema ini disebut
Teorema Wilson setelah Warring pada tahun 1770 menyatakan bahwa John Wilson
telah mengumumkan hasil ini. Selain dalam bidang matematika, Al-Haytam juga
dikenal baik dalam dunia fisika, yang mempelajari mekanika pergerakan dari suatu
benda. Dia adalah orang pertama yang menyatakan bahwa jika suatu benda bergerak,
akan bergerak terus menerus kecuali ada gaya luar yang memengaruhinya. Ini tidak lain
adalah hukum gerak pertama, yang umumnya dikenal sebagai hukum Newton pertama. Selain
itu, Al- Haytam memberikan andil yang sangat besar bagi perkembangan teori dan
praktik optik. Al-Farisi (lahir tahun 1260) memberikan metode
pembuktian yang baru untuk teorema Thabit Ibnu Qurra. Dia memperkenalkan ide
baru berkenaan faktorisasi dan metode kombinatorik.
Matematikawan lainnya adalah
Al-Kashi (lahir tahun 1380) yang memberikan kontribusi besar
bagi perkembangan teori pecahan desimal. Teori ini mempunyai kaitan yang sangat
erat dengan teori bilangan riil dan sejarah penemuan bilangan (pi). Selanjutnya
ia mengembangkan algoritma penghitungan akar pangkat n. Metode ini beberapa abad
kemudian dikembangkan oleh matematikawan barat Ruffini dan Horner.
Bidang
astronomi
Masalah-masalah astronomi, penentuan waktu, dan
masalah geografi merupakan motivasi lain bagi matematikawan Muslim untuk
melakukan penelitian. Misalnya saja Ibrahim Ibnu Sinan (lahir
sekitar tahun 910- an) dan kakeknya Thabit Ibnu Qurra,
mempelajari kurva-kurva yang diperlukan dalam mengonstruksi jam matahari.
Abul-Wafa (lahir tahun 940-an) dan Abu Nasr
Mansur (lahir tahun 970-an) mengaplikasikan geometri bola terhadap
astronomi dan menggunakan rumus-rumus yang melibatkan sinus dan tangen. Kemudian
Al-Biruni (lahir tahun 973) menggunakan rumus sinus baik dalam
astronomi maupun dalam perhitungan garis bujur dan lintang dari kota-kota. Dalam
kasus ini, Al-Biruni melakukan penelitian yang sangat gencar dalam proyeksi dari
bola pada bidang.
Thabit Ibnu Qurra juga mempunyai kontribusi bagi
teori dan observasi dalam astronomi. Al-Batanni (lahir tahun
850) membuat observasi yang akurat yang memungkinkannya untuk memperbaiki
data-data dari Ptolemy tentang bulan dan matahari. Nadir al-Din
al-Tusi (lahir tahun 1201), berdasarkan astronomi teoritisnya dalam
pekerjaan Ptolemy, membuat pengembangan yang sangat signifikan dalam model
sistem planet.
Pembuatan tabel-tabel fungsi trigonometri adalah
bagian dari pekerjaan para matematikawan Muslim dalam penelitian bidang
astronomi, seperti yang dilakukan oleh Ulugh Beg (lahir tahun
1393) dan. Konstruksi alat-alat astronomi juga tak lepas dari pengaruh para
matematikawan Muslim.
Uraian di atas tidaklah cukup mengulas secara menyeluruh
karya-karya matematikawan Muslim. Masih banyak yang belum tercakup, dan belum
terungkap. Belum tercakup dan belum terungkapnya semata-mata karena kurangnya
sumber yang mengisahkan mereka. Dengan demikian, pantas bagi kita untuk
mengatakan bahwa matematikawan Muslim adalah pahlawan- pahlawan matematika yang
terlupakan. Atau, memang sengaja dilupakan.
Wallahu a’lam.
Angka 0
(Ashfaar/nol/kosong)
Kata nol artinya kosong, disebut
di dalam al Quran sebanyak 10 kali. Maknanya mewakili angan-angan, mimpi, kosong
hati, perumpamaan, ataupun kepatuhan.